Selasa, 15 Juni 2010

RIBUT Raih Gelar Sarjana Dari Daerah Transmigrasi




Kisah Perjuangan Tiada Henti Seorang Guru

caption: Ribut, S.Pd.

JAKARTA: Gemuruh tawa yang ditingkahi tepuk tangan para wisudawan/wisudawati sontak membahana memecah suasana siang nan sejuk di dalam gedung Serbaguna Universitas Terbuka (UT) di bilangan Pondok Cabe, Tangerang, Selasa siang (15/6). Dua ribuan wisudawan/wisudawati memenuhui tempat duduk sampai ke bagian balkon, mengenakan toga khas UT dengan wajah sumringah.
Itulah suasana hiruk-pikuk spontan tatkala panitia menyebut RIBUT –seorang guru SD di Jambi--maju ke panggung untuk diwisuda oleh rektor UT, Prof Ir Tian Belawati, M.Ed, Ph.D. Ya, nama wisudawan itu RIBUT.
Meskipun begitu, pria kelahiran Magelang, Jawa Tengah, 44 tahun silam itu tak sedikit pun menyiratkan ketersinggungan. Bahkan dengan wajah berseri dia maju ke atas panggung, menerima ucapan selamat dari rektor UT dan jajaran pimpinan kampus, bersama para wisudawan lainnya.
Memang, ukuran kesuksesan yang mereka raih itu berbeda-beda, tetapi kekuatan tekad dalam mengubah nasibnya, keluarganya, selama 25 tahun menjadi pondasi kokoh pada sosok pribadi seorang RIBUT, yang kini meraih gelar sarjana pendidikan (S. Pd). Atas nama cita-cita luhur pula, transmigran yang berasal dari daerah Magelang, Jawa Tengah, mengucap syukur kepada Allah SWT.
Ribut mengenang, kedatangannya ke Jambi pada 1985 bersama transmigran lainnya hanya bermodalkan peralatan seadanya. "Padahal, kita hanya mendapat jatah lahan untuk diolah menjadi lahan pertanian. Sungguh perjuangan yang tidak ringan. Namun kami sabar dan tawakal, " tuturnya.
Transmigran satu ini mengaku tidak mau menyerah, karena perubahan nasib itu bukan dari orang lain tetapi dari diri sendiri dengan kerja keras. Hasilnya, ujar Ribut, setelah melewati jalan yang panjang masyarakat Rawajaya I Merangin, Jambi, dapat meraih kehidupan yang layak. Secara ekonomi bisa dikatakan cukup sehingga mampu mendidik anak-anaknya sebagai generasi penerus pada perguruan tinggi. Bahkan kini sarjana- sarjana telah lahir di ranah eks transmigrasi Rawajaya I Merangin, yang jarajknya lebih dari 150 km dari kota Jambi.
Ribut sudah mengabdi jadi kepala sekolah (SD 249 Rawajaya I, Kabupaten Merangin, Jambi) selama 10 tahun. Kini, sebagai mahasiswa yang telah lulus bibir Ribut nyaris tak henti mengucapkan terimakasih kepada Allah.
“Jadi apalah sebuah nama. Kini nama itu telah menjadi sarjana.Walaupun namanya Ribut, tetapi (mudah-mudahan) pemiliknya nggak suka (bikin) ribut, ha..ha..ha,” katanya tergelak disela-sela acara wisuda.
Nama ini pemberian orang tuanya. Dia sama sekali tidak merasa minder punya nama RIBUT, mesti tak jarang nama tersebut mengundang tawa orang yang mendengarnya, termasuk saat acara wisuda sarjana periode II Tahap II Tahun 2010 UT. Tawa membahana di gedung itu bagi RIBUT sebagai support positif terhadap dirinya.
Memang diakuinya, nama itu sempat membuatnya mider tatkala masih di SD dulu. Banyak teman yang mengejeknya. Namun setelah di SMP, perasaan minder mulai berkurang saat dirinya jadi juara kelas.
Ribut dilahirkan di Magelang, 4 Mei 1966. Bersama sang istri, Maksunah, bertekad mengubah nasib dengan bertransmigrasi ke Provinsi Jambi tahun 1985.
Dua tahun kemudian (1987), berbekal ijazah SPG Ribut diangkat sebagai PNS. Setelah bertahun-tahun mengajar di SD, dan dinilai berprestasi, tahun 2000 Ribut diangkat menjadi kepala sekolah, di Sekolah Dasar 249 Rawajaya I, Merangin, Jambi.
Dulu, setamat SPG di Magelang tahun 1984, semula Ribut ingin masuk PGSLP. Namun mengingat ketiadaan biaya dan bertepatan dengan kesempatan yang bagus, yakni bertransmigrasi, dia putuskan ke Jambi mengadu nasib di sana.
Untuk menamatkan SPG-nya saja anak ketiga dari empat bersaudara anak pasangan Ranudikoro (almarhum) dan Dasiyah, harus membantung tulang, dari mulai menambang pasir, menjadi buruh tani, menjaga kambing milik tetangga (bagi hasil) dan pekerjaan serabutan lainnya.
Sebelum pada posisinya saat ini, Ribut melewati berbagai rintangan sejak di tanah Jawa hingga ke rantau. Namun hal itu tidak dihiraukannya. Dia fokus pada tujuan, komitmen untuk maju.
“Setelah ini saya berkeinginan melanjutkan kuliah ke jenjang pascasarjana, insya Allah,” cetus ayah dari dua anak ini antusias.
Hal itu sesuai dengan prinsip hidupnya, yaitu menuntut ilmu sampai ke liang lahat. Artinya, menuntut ilmu itu tidak ada batas usia.
Anak pertamanya, Suswati, Desember 2010 mendatang diwisuda sebagai sarjana pendidikan di sebuah perguruan tinggi di Jambi. Anak kedua, Edy Suharto masih duduk di SMA kelas 3.
Setelah wisuda ini, sebelum kembali ke Jambi, Ribut berniat menjenguk ibunya yang tinggal di rumah adik perempuannya di Magelang. DJO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar